Equityworld Futures Medan : Rencana pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp 6.200 per liter dikritisi Pengamat Ekonomi Indef, Enny Sri Hartati.
Pihaknya menyarankan agar pemerintah tidak terburu nafsu menyesuaikan harga jual solar seiring anjloknya harga minyak dunia.
"Ya (jangan terdesak), karena setiap kebijakan harus disimulasikan
dampaknya bukan karena reaktif," ungkap Enny saat berbincang di Gedung
DPR, Jakarta, seperti ditulis Rabu (11/2/2015).
Katanya, solar merupakan barang impor yang sangat sensitif terhadap volatilitas nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia.
Alasan lain, Enny bilang, naik turunnya harga jual solar berpengaruh besar terhadap harga-harga kebutuhan pokok termasuk tarif angkutan umum.
"Capeknya kalau terjadi gejolak harga, sebab kalau Solar diturunkan
harganya nggak akan menurunkan harga barang atau pangan. Kawatirnya jika
harga minyak dunia naik padahal Solar terlanjur turun dan harus naik
lagi, maka bisa mengguncang harga-harga barang dan kebutuhan pokok,"
tegas dia.
Indonesia, lanjutnya, saat ini tertolong dengan kondisi harga minyak
dunia yang rendah. Namun pemerintah akan kelimpungan apabila harga
minyak dunia kembali melonjak, dan tidak dapat segera menaikkan harga
jual solar.
Sehingga Enny berpendapat agar pemerintah tidak terlalu sibuk untuk
melakukan kebijakan menaikkan dan menurunkan harga jual solar.
"Lebih baik berikan pengusaha insentif dalam bentuk lain sebagai
kompensasi harga Solar yang mahal. Ini buat pengusaha lebih efektif
karena memang itu yang dibutuhkan ketimbang menaikkan dan menurunkan
harga, sebab BBM punya efek domino dan tidak selamanya harga minya dunia
terus di level rendah. Pasti akan kembali normal cepat atau lambat,"
tukas Enny.(Fik/Nrm)
No comments:
Post a Comment