Equityworld Futures Medan : Harga minyak terjatuh
pada Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta) sehingga mencetak kerugian
terbesar dalam dua bulan terakhir bagi para pelaku pasar. Penyebab
merosotnya harga minyak tersebut karena kenaikan pasokan minyak mentah
di Amerika Serikat (AS) yang mencatatkan rekor tertinggi mingguan dalam
14 tahun terakhir.
Mengutip Wall Street Journal, Kamis
(9/4/2014), harga minyak mentak jenis Light Sweet untuk pengiriman Mei
turun US$ 3,56 atau 6,6 persen sehingga berlabuh ke level US$ 50,42 per
barel di New York Mercantile Exchange. Penurunan tersebut mencatatkan
rekor tertinggi dalam satu hari sejak 4 Februari lalu. Dengan penurunan
tersebut, dari awal tahun harga minyak mentah di AS telah merosot 5,4
persen.
Harga minyak Brent yang menjadi patokan harga global
juga mengalami penurunan sebesar US$ 3,55 atau 6 persen menjadi US$
55,55 per barel di ICE Futures Europe. Meskipun sudah di atas US$ 50 per
barel, harga minyak saat ini masih 50 persen di bawah harga pada musim
panas lalu.
Penurunan harga minyak mentah terjadi karena
cadangan minyak mentah di Amerika Serikat naik sebesar 10,9 juta barel
pada akhir pekan lalu. The U.S. Energy Information Administration
mengungkapkan, kenaikan tersebut merupakan kenaikan mingguan terbesar
sejak Maret 2001.
Dengan adanya tambahan cadangan tersebut, saat
ini persediaan minyak mentah di AS mencapai 482,4 juta barel. Angka
tersebut merupakan angka tertinggi mingguan sejak 1982 dimana persediaan
minyak mentah di AS mulai tercatat.
"Sentimen yang menggerakkan
harga minyak mentah masih sama, kelebihan pasokan di pasar," jelas
Analis IAF Advisors, Houston, AS, Kyle Cooper. Saat ini tidak ada
satupun negara bagian di Amerika yang kekurangan pasokan minyak.
Akibat
penurunan harga minyak sejak akhir tahun lalu, beberapa perusahaan
energi telah mengurangi pengeluaran hingga miliaran dolar. Jumlah rig
pengeboran minyak di AS juta telah menurun tajam. Namun meskipun
beberapa usaha tersebut dilakukan, perusahaan-perusahaan minyak di AS
belum bisa membuat efisiensi yang signifikan.
The U.S. Energy
Information Administration juga mengungkapkan, produksi minyak mentah di
AS naik di atas 9,4 juta barel para pekan lalu. Otoritas energi di AS
tersebut berharap produksi minyak mentah bisa mengalami penurunan pada
juni nanti karena telah mencapai puncaknya.
Sebuah riset yang
dilakukan oleh lembaga keuangan Goldman Sachs juga seirama dengan
harapan dari The U.S. Energy Information Administration. Dalam riset
tersebut, bulan ini adalah bulan dimana produksi minyak mentah di AS
berada di puncak. Setelah melewati puncak, diharapkan pasokan minyak
menjadi berkurang sehingga bisa mendorong kenaikan harga minyak. (Gdn)
No comments:
Post a Comment