Equityworld Futures Medan : Keterpurukan rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak selamanya berdampak buruk pada
perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan dapat
mendrong minat investasi di Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani mengatakan, dengan menguatnya
dolar AS membuat nilainya menjadi lebih besar, maka membuat biaya
investasi di Indonesia, seperti tanah menjadi lebih murah.
"Investasi
di dalam negeri jadi lebih murah, dia membawa dolar AS tapi membeli
tanah dan pembayaran gaji pakai rupiah," kata Franky, saat memaparkan
realisasi penanaman modal, di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/7/2015).
Franky menambahkan, dengan menguatnya dolar AS
juga akan menguntungkan produsen barang yang diekspor, karena harganya
menjadi lebih tinggi. "Seperti Jepang bangun sirkuit, bahan bakunya 90
persen dari dalam negeri dan produknya itu 76 persen di ekspor, sehingga
Indonesia sangat menarik untuk investasi," tuturnya.
Franky pun
optimistis, realisasi investasi semester II 2015 akan lebih baik dari
realisasi semester pertama 2015 sebesar Rp 259,7 triliun. "Investasi
semester dua akan lebih baik karena ada program empat jangka pendek,"
pungkasnya.
BKPM mencatat, realisasi total investasi semester
pertama 2015 mencapai Rp 259,7 triliun. Realisasi investasi tersebut
meningkat 16,6 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Dari
sebaran investasi berdasarkan wilayah pada semester I 2015, Pulau Jawa
sebesar Rp 144,5 triliun dan luar Jawa sebesar Rp 115,2 triliun.
Realisasi investasi di luar Pulau Jawa meningkat sebesar 25,5 persen
dibandingkan periode semester I 2014 atau Rp 91,7 triliun.
Deputi
Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, M Azhar Lubis
mengungkapkan, realisasi investasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 85,5 triliun, naik 17,4 persen dibanding
semester I 2015 sebesar Rp 74,8 triliun. "Sedangkan Penanaman Modal
Asing Rp 174,2 triliun, naik 16,1 persen dibanding semester I 2014
sebesar Rp 150 triliun," pungkasnya. (Pew/Gdn)
No comments:
Post a Comment