Equityworld Futures Medan : Kurs rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang mencapai Rp 13.000 dianggap
Asosiasi Maskapai Penerbangan di Indonesia (Indonesia National Air
Carrier Association/INACA) sebagai level yang berbahaya. Maskapai
penerbangan semakin tak mampu berkompetisi karena harga avtur bakal
melambung tinggi dan terpaut jauh dengan negara lain.
"Ini level sudah bahaya. Dolar AS menguat, maskapai penerbangan klepek-klepek
karena loncatnya jauh sekali ya dari kurs rupiah beberapa tahun lalu Rp
10.500 per dolar AS," terang Ketua Penerbangan Berjadwal INACA, Bayu
Sutanto kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (26/2/2015).
Lebih
jauh katanya, pelemahan kurs rupiah telah berdampak terhadap bisnis
maskapai penerbangan. Pasalnya 70 persen dari biaya operasional maskapai
sangat ditentukan kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Sebesar 70
persen mengacu pada kurs dolar AS, seperti harga bahan bakar avtur,
asuransi, onderdil, pelatihan dan biaya lainnya. Kurs kan tidak diatur
pemerintah, tapi harga tiket diatur, jadi memberatkan sekali," jelas
dia.
Bayu mengaku, level rupiah ideal untuk pengusaha dibisnis
penerbangan berada di angka Rp 12.000 per dolar AS. Namun faktanya,
nilai tukar rupiah sudah jauh di atas harapan pelaku usaha.
"Buat
maskapai besar sih kuat saja, karena pemilik atau pemegang saham
nombokin biaya operasional sehari-hari sampai kondisi membaik. Tapi kan
kita tidak tahu kapan pulihnya, jadi ya cuma bisa sabar menanti. Bagi
maskapai kecil, sudah tidak kuat dengan kondisi ini," kata dia.
Saat
ini, Bayu mengimbau agar manajemen maskapai penerbangan melakukan
efisiensi. Memangkas kegiatan ekonomi berbiaya tinggi, seperti
pengurangan pembelian onderdil, menyederhanakan proses bisnis dibagian
tiket sehingga mengurangi penempatan tenaga kerja, penghematan dari
perjalanan dinas ke luar kota.
Pemerintah sebenarnya tidak
tinggal diam menanggapi penurunan nilai tukar rupiah ini. Menteri
Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah telah
menyiapkan sejumlah strategi untuk kembali menguatkan nilai tukar
rupiah. Untuk jangka pendek, pemerintah akan membenahi birokrasi dan
memudahkan investasi.
"Yang penting kami bereskan dulu domestik.
Domestik beres maka rupiah akan mencerminkan kekuatan domestik," kata
Sofyan. Untuk jangka menengah, lanjut Sofyan, pemerintah akan
memperbaiki infrastruktur, dan untuk jangka panjang akan memperbaiki
pasar Indonesia.
"Juga memperbaiki inefisiensi di pelabuhan, biar
biaya logistik turun, jangka menengah jangka panjang itu kita perbaiki
infrastruktur kita, kita perbaiki pasar kita," terangnya.
Selain
itu, Sofyan menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini tidak
terlalu buruk bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Meski
hampir menyentuh level Rp13.000 per dolar AS, Sofyan mengaku mata uang
rupiah tetap yang paling baik.
"Dibandingkan negara ASEAN periode
kapan, lihat Jepang itu sudah 30 persen depresiasinya, Jepang itu kan
tergantung persepsinya kapan, nah secara umum rupiah its ok dibandingkan mata uang yang lain," jelas Sofyan. (Fik/Gdn)
No comments:
Post a Comment