Friday, December 10, 2021

Asing Kabur dari Bursa RI, Gegara The Fed Percepat Tapering?

 IHSG ditutup merosot ikuti bursa Asia, pasar nantikan evaluasi PPKM -  ANTARA News 

PT Equityworld Futures Medan- Di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mengawali Desember dengan positif, investor asing tercatat getol melakukan jual bersih (net sell) selama sepekan terakhir.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berhasil naik 0,91% ke posisi 6.643,932 selama sepekan terakhir, setelah terapresiasi dalam 4 hari berturut-turut. Namun, asing melakukan jual bersih Rp 769,56 miliar di pasar reguler. Kemarin saja, investor asing ramai-ramai keluar dari bursa domestik dengan catatan net sell Rp 106,41 miliar di pasar reguler.


Aksi jual oleh asing tersebut terjadi di tengah wacana bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) akan mempercepat laju tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) seiring inflasi AS yang terus melonjak tinggi.

"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata ketua The Fed, Jerome Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).

Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.

"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.

Nilai QE The Fed saat ini sebesar US$ 120 miliar, dan tapering sudah mulai dilakukan pada November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol diperlukan waktu selama 8 bulan.

The Fed kini diperkirakan akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Selain itu, The Fed juga diprediksi akan memberikan indikasi agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.

Untuk saat ini, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga dua hingga tiga kali di tahun depan.

Sebelumnya, kebijakan moneter longgar dengan memasok uang lebih banyak ke pasar dilakukan The Fed untuk membantu ekonomi AS yang terkontraksi akibat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sejak awal tahun lalu.


Apakah Bakal Tapering without The Tantrum?

Hal ini lantas mengundang pertanyaan: apakah langkah agresif The Fed turut membuat asing bergegas meninggalkan pasar modal RI atau malah aksi jual asing tersebut adalah hal wajar?

Berkaca pada kejadian 2013 lalu, ketika The Fed melakukan tapering, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market (pasar negara berkembang) dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut berisiko memicu gejolak di pasar finansial global.

Di tahun 2013, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mulai mengumumkan tapering pada pertengahan tahun, dan baru dieksekusi pada bulan Desember. QE The Fed saat itu akhirnya resmi berakhir pada pada Oktober 2014.

Setelahnya, muncul spekulasi kenaikan suku bunga The Fed di pasar finansial hingga di tahun 2015.

Menurut catatan CNBC Indonesia, sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.

Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%. IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.

Lalu, bagaimana dengan tapering kali ini? Apakah akan disertai dengan tantrum di emerging market? Ataukah hanya tapering tanpa gejolak signifikan di pasar finansial alias tapering without the tantrum?

Sejumlah analis dan kalangan pasar modal menilai tapering a la The Fed kali ini tidak akan seseram pada 2013.

Direktur PT Syailendra Capital Fajar R. Hidajat, misalnya, mengatakan kepada CNBC Indonesia pada November lalu, efek tapering pada 2021 tidak akan seperti tapering pada 2013 hingga 2015.

Ia mengatakan, tapering pada 2021 akan memberikan upsite. Sementara pada market akan mengalami sedikit volatilitas, terutama pada Semester I-2022.

"Tapi bisa jadi mungkin tapering effect tidak akan memberikan efek yang sangat signifikan. Bottom line volatility, semua sekuritas akan kena efek, tapi efeknya mungkin tidak seperti tapering pertama," ungkap Fajar dalam CNBC Indonesia Award 2021 'The Best Securities and Asset Management Companies', Selasa (23/11/2021).

Senada, Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Roger mengungkapkan, dampak tapering terhadap pasar saham di Indonesia dinilai tidak akan terlalu signifikan.

Pasalnya, investor cenderung lebih mencermati laporan keuangan di kuartal ketiga dan data perekonomian domestik yang mulai menunjukkan pemulihan seperti indeks PMI Indonesia yang berada di level tertinggi 57,2.

Baca: Jangan Panik! AS Bawa Kabar Baik Soal Covid Varian Omicron
"Dampak tapering tidak terlalu signifikan bagi market Indonesia. Kalau terjadi capital outflow tidak berdampak signifikan bagi IHSG," ungkap Roger, Kamis (4/11/2021).

Selain itu, menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, kendati The Fed diperkirakan agresif dalam menaikkan menormalisasi kebijakan moneternya, nyatanya tidak serta merta membuat dolar AS merajalela. Rupiah masih cukup kuat jika melihat pergerakannya yang mampu menguat 3 hari beruntun di pekan ini.

Tapering yang Dibayangi Omicron & 'Hantu' Inflasi
Namun, perlu disimak juga bahwa inflasi AS yang tinggi--yang turut membuat The Fed mempertimbangkan untuk mempercepat laju tapering--terus menggentayangi pasar.

Para pelaku pasar menanti rilis data inflasi di Negeri Paman Sam malam ini.

Rilis data tersebut bisa menggambarkan seberapa "bebal" inflasi tinggi di AS yang bisa mempengaruhi kebijakan moneter The Fed. Hasil survei Wall Street memprediksi inflasi akan melesat 6,7% year-on-year (yoy) yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Selain soal inflasi AS, sebenarnya sentimen pelaku pasar masih cukup bagus, sebab galur anyar virus corona (Covid-19) Omicron dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan, meski tidak menimbulkan gejala yang parah, Omicron lebih mudah menyebar dan ada risiko tingkat keterisian rumah sakit akan meningkat.

"Bahkan jika tingkat keparahannya sama atau bahkan berpotensi lebih rendah daripada varian Delta, diyakini rawat inap akan meningkat jika lebih banyak orang terinfeksi dan akan ada jeda waktu antara peningkatan insiden kasus serta peningkatan kasus kematian," ujar lembaga kesehatan global itu dikutip Straits Times, Kamis (9/12/2021).

Dengan demikian, perkembangan kabar tapering dan penyebaran virus Covid-19 Omicron masih akan terus membayangi mood investor ke depan.

Window Dressing Desember Bakal Diganggu Omicron?

Nah, pertanyaan terakhir, apakah faktor musiman (seasonality) dari IHSG di penghujung tahun di mana IHSG biasanya berakhir positif akan diganggu oleh kabar soal Covid-19 Omicron?

Menurut data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, jika melihat faktor musiman Desember maka kecenderungan IHSG mencatatkan koreksi terbilang sangat minim. Dalam 10 tahun terakhir (2011-2020) kinerja bulanan IHSG konsisten positif dengan rerata imbal hasil 3,23%.

Salah satu faktor pendorong fenomena ini adalah aktivitas mempercantik portofolio para fund manager yang lebih dikenal dengan istilah window dressing. Biasanya kenaikan IHSG juga akan dilanjutkan ke awal tahun berikutnya dan fenomena ini dinamai January Effect.

Saham-saham yang menjadi sasaran window dressing bulan Desember adalah saham blue chip yang nilai kapitalisasi pasarnya besar sehingga bobotnya terhadap indeks juga besar.

Melihat data historis di atas, IHSG bisa berpeluang besar kembali mencatatkan kinerja positif di akhir tahun. Namun, di tengah adanya Omicron dan juga isu tapering di atas yang sedikit-banyak akan mempengaruhi sentimen pasar, tidak tertutup pula peluang IHSG terkoreksi pada bulan ini.

Singkatnya, investor masih akan terus mengamati perkembangan virus Omicron dan pagebluk Covid-19 secara keseluruhan--berikut kebijakan moneter ala The Fed ke depan


Sumber : cnbcindonesia.com

PT Equityworld Medan
Equity world Medan


Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment