Monday, January 24, 2022

Wall Street Karam, The Fed Gentayangan: Pekan Berat Menanti!

 Kekhawatiran Efek The Fed dan Omicron Bikin Wall Street Turun - Market  Bisnis.com 

PT Equityworld Futures Medan-Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pekan lalu. Saat rupiah keok sepanjang minggu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah.
IHSG sempat merosot dalam 3 hari awal perdagangan pekan lalu, namun sukses bangkit pada hari Kamis dan Jumat. Alhasil IHSG sukses mencatat penguatan 0,49% ke 6.726,373.

Pasar saham Indonesia jadi salah satu yang perkasa kala indeks saham di Asia rata-rata anjlok 2%-3% sepanjang pekan kemarin. IHSG menempati urutan kedua return tertinggi di Asia, hanya tertinggal dari Indeks Hang Seng yang menguat 2,39% sepanjang pekan.



Arus modal asing mengalir ke bursa saham Tanah Air, mendorong IHSG menguat. Minggu lalu investor asing membukukan beli bersih Rp 1,24 triliun.

Saat dana asing mengalir ke pasar saham, pasar SBN justru sebaliknya. Bank Indonesia (BI) melaporkan asing net sell sebesar Rp 0,41 triliun.

Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan akhir pekan lalu.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menjadi yang paling besar penurunannya, yakni turun 12,9 basis poin (bp) ke level 2,932%.

Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun menjadi yang paling besar kenaikannya pada Jumat, yakni naik 0,9 bp ke level 6,382%.

Sementara untuk yield SBN berjangka waktu 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 0,3 bp ke level 6,425%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sementara itu rupiah melemah 0,28% ke Rp 14.335/US$ di pasar spot sepanjang pekan kemarin. Keputusan BI untuk segera menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap pada Maret, Juni dan September tampaknya masih belum berhasil menopang rupiah yang dihantui kasus lonjakan Covid-19 di bumi pertiwi.

Alhasil rupiah menjadi yang terburuk ketiga di Asia, hanya lebih baik dari dolar Taiwan dan rupee India.

Wall Street mengalami minggu terburuk sejak pandemi virus corona menyerang negeri Paman Sam.
Tiga indeks saham Wall Street kembali anjlok signifikan. Indeks Dow Jones drop 4,58%, kemudian indeks S&P 500 turun 5,68%. Paling parah, Nasdaq Composite yang terjungkal dengan koreksi 7,55%.

Pemicu utama koreksi dalam pasar ekuitas AS adalah meningkatnya kekhawatiran ekonomi dan memaksa The Fed menaikkan suku bunga lebih awal.


"Pasar dinilai terlalu tinggi secara signifikan, ketika suku bunga berada pada rekor terendah," kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics.

"Tetapi ketika suku bunga naik, valuasi menjadi masalah nyata, sehingga pasar menyesuaikan dengan realitas suku bunga yang baru," tambahnya.

Saat suku bunga naik, biaya untuk berbagai jenis pinjaman terancam akan lebih mahal. Dikhawatirkan ini akan menghambat ekspansi perusahaan setelah fase pemulihan ekonomi awal.

Selain itu, indeks juga tertekan oleh saham Netflix yang anjlok 22% pada akhir pekan lalu. Padahal, Netflix melaporkan pendapatan yang melampaui ekspektasi analis serta pasar.

Pasar merespon negatif pertumbuhan pelanggan yang jauh dari perkiraan. Aplikasi film streaming tersebut dinilai sudah mencapai batas pertumbuhan pelanggan di AS dan Canada.

"Keuntungan penggerak pertama Netflix dan basis pelanggan yang besar memberi perusahaan keunggulan kompetitif yang hampir tidak dapat diatasi dibandingkan dengan rekan-rekan streaming-nya. Namun, Netflix tampaknya telah mencapai batas pelanggan di UCAN," kata Wedbush.

Kemerosotan saham Netflix menular di seluruh saham media. ViacomCBS ambles 7,35%, Walt Disney drop 6,94% dan Discovery turun 4,73%.

Ivan Feinseth, analis di Tigress Financial menilai koreksi yang terjadi di pasar saham AS adalah normal. Dia menilai pasar saham ditopang oleh fundamental yang masih kuat.

"Ini adalah koreksi normal di pasar bull. Mudah-mudahan kita mencapai titik pesimisme yang ekstrem, penghinaan dan bahkan ketakutan bahwa kita akan segera mencapai titik terendah. Fundamental yang mendasarinya masih kuat," katanya.

Pekan ini ada tiga hal yang menjadi sorotan investor. Pertama, bank sentral AS (The Fed) akan menggelar rapat komite pengambil kebijakan (FOMC), tepatnya pada 25-26 Januari 2022 jadi fokus utama investor.
Dengan inflasi di AS yang terus memanas, pasar memperkirakan The Fed bakal agresif dalam mengetatkan kebijakan moneternya.

Berdasarkan data CME Fedwatch, pelaku pasar mengantisipasi bahwa The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan paling cepat 25 bps pada Maret 2022 dengan probabilitas 88,7%.


The Fed diperkirakan bakal menaikkan suku bunga acuan 4-5 kali pada tahun 2022. Setelah itu bank sentral AS juga diprediksi akan menempuh kebijakan moneter kontraktif dengan mereduksi ukuran neracanya (balance sheet).

Selanjutnya adalah kinerja aset keuangan global. Pada perdagangan pekan lalu, tiga indeks saham Wall Street kembali anjlok signifikan. Indeks Dow Jones drop 4,58%, kemudian indeks S&P 500 turun 5,68%. Paling parah, Nasdaq Composite yang terjungkal dengan koreksi 7,55%.

Koreksi tajam harga saham AS yang menjadi kiblat pasar keuangan global tentu saja menjadi sentimen negatif bagi aset berisiko seperti saham di kawasan Asia yang baru akan buka hari ini, Senin (24/1/2022).

Selain dua sentimen di atas, perkembangan pandemi Covid-19 juga masih akan menjadi sorotan. Semua disebabkan karena meluasnya infeksi varian baru Covid-19 Omicron.

Sejak ditemukan pada akhir November tahun lalu, kasus harian Covid-19 secara global naik sampai 4x dan sekarang tembus angka 3 juta per hari.

Sementara itu di dalam negeri, kasus infeksi harian Covid-19 meningkat hampir 18x sejak awal tahun. Hingga saat ini secara kumulatif ada 1.170 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia.

Setelah ditelusuri, lebih banyak infeksi yang ditemukan akibat imported case yang mengindikasikan sumbernya lebih banyak dari luar negeri.

Di Indonesia varian Omicron telah merenggut korban jiwa. Sudah ada dua orang pengidap Covid-19 varian Omicron yang dilaporkan meninggal dunia sejauh ini.

Kenaikan kasus infeksi terutama yang disebabkan oleh varian Omicron ini diyakini menjadi pertanda bahwa puncak kasus sebentar lagi akan terjadi.

Berdasarkan prediksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), puncak penyebaran Omicron akan terjadi 4 - 8 pekan ke depan atau sekitar Februari - Maret 2022.

Untuk saat ini respons pemerintah baru memperpanjang periode PPKM leveling untuk Jawa dan Bali. Kebijakan tersebut berlaku sejak 18 - 24 Januari 2022.

Secara terperinci saat ini ada 47 wilayah yang menerapkan PPKM Level I. Kemudian wilayah dengan status PPKM Level II ada 80 dan salah satunya adalah Jakarta. Kemudian untuk PPKM Level III ada di Kabupaten Pamekasan.

Bagaimanapun juga sentimen negatif masih membayangi pasar keuangan global pekan ini. Untuk IHSG yang sudah menyentuh level ATH, tentu ini harus diwaspadai karena ada peluang tekanan jual untuk profit taking meningkat sehingga membuat kinerja indeks tertekan.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
Rilis data PMI Flash Australia Januari 2021 (05.00 WIB).
Rilis data PMI Flash Jepang Januari 2021 (07.30 WIB).
Rilis data PMI Flash Euro Area Januari 2021 (16.00 WIB).
Rilis data PMI Flash Inggris Januari 2021 (16.30 WIB).
Rilis data PMI Flash Amerika Serikat Januari 2021 (21.45 WIB).


Sumber : cnbcindonesia.com

PT Equityworld Medan
Equity world Medan


Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment