Monday, July 6, 2020

Sulit Gerak, Ini Pemicu Harga Emas Belum Tembus US$ 1.800

FILE PHOTO: Gold bullion is displayed at Hatton Garden Metals precious metal dealers in London, Britain July 21, 2015. REUTERS/Neil Hall/File PhotoPT Equityworld Futures Medan- Kondisi yang masih belum kondusif membuat harga emas cenderung stabil dan kokoh di level tertingginya dalam hampir delapan tahun terakhir. Namun berbagai sentimen yang campur aduk menjadi ganjalan bagi logam mulia untuk 'melompat' lebih tinggi.

Mengawali pekan ini Senin (6/7/2020), harga emas dunia di pasar spot melemah tipis cenderung flat. Pada 08.15 WIB, harga bullion turun 0,04% ke US$ 1.774,02/troy ons. Sejak memasuki bulan Juli, harga emas ditransaksikan dengan relatif stabil.


Perkembangan terbaru seputar vaksin dan obat untuk virus corona dan rilis data ekonomi pekan lalu cenderung menjadi pemberat laju harga emas. Kandidat vaksin yang terus bertambah serta rilis hasil uji klinis yang positif membuat risk appetite investor membaik. 

Seiring dengan relaksasi lockdown yang dilakukan di banyak negara seperti Amerika Serikat (AS) dengan kasus infeksi virus yang paling banyak, ekonomi mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Pada bulan Juni, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat ada penambahan 4,8 juta lapangan kerja (non-farm payrolls). Jauh lebih tinggi dibanding bulan Mei lalu yang mengalami pertambahan 2,5 juta lapangan kerja.

Dengan pertambahan tersebut, tingkat pengangguran di AS mengalami penurunan. Pada bulan Mei tingkat pengangguran di AS tercatat mencapai 13,3%, kemudian turun menjadi 11,1% pada Juni.

Sektor manufaktur AS yang mengalami kontraksi juga sudah menunjukkan tanda ekspansi di bulan Juni. Ini tercermin dari kenaikan 9,5 poin indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur menjadi 52,6 dari sebelumnya 43,1.

Data-data tersebut mendorong harga aset-aset berisiko seperti saham mengalami penguatan. Namun, aset safe haven seperti emas tak langsung ditinggalkan, harga emas malah cenderung stabil.

Stabilnya harga emas di level tertingginya hampir dalam delapan tahun terakhir ini mengisyaratkan bahwa risiko yang besar masih meliputi pasar. Risiko itu datang dari perkembangan pandemi virus corona dan tensi geopolitik yang terjadi terutama dari poros Washington-Beijing.

Di hari Sabtu (4/7/2020) pekan lalu, WHO mencatat jumlah kenaikan kasus infeksi baru secara global mencapai rekor lebih dari 200 ribu kasus dalam kurun waktu 24 jam. Reuters melaporkan, dalam empat hari pertama bulan Juli, ada 15 negara bagian yang melaporkan kenaikan kasus.

Jumlah kasus di AS kini nyaris mencapai angka 3 juta. Data kompilasi John Hopkins University CSSE mencatat total kematian akibat virus corona di AS sudah tembus 129.904 orang sampai dengan hari ini.

WHO bahkan sempat menyarankan untuk kembali menerapkan lockdown bagi negara-negara yang mengalami lonjakan kasus baru. Lockdown telah menjadi pemicu mandeknya ekonomi global sejak bulan Maret. Jika ini dilakukan lagi maka prospek perekonomian ke depan semakin suram.

Selain itu tensi geopolitik yang tinggi juga masih jadi sorotan pelaku pasar. Hubungan AS-China yang sangat rumit mulai dari isu perdagangan, kekayaan intelektual, otonomi Hong Kong, penindasan kelompok muslim Uyghur hingga menyangkut teritor Laut China Selatan (LCS) membuat tensi semakin tereskalasi.

Latihan militer China di LCS sejak awal Juli membuat Pentagon geram. AS pun mengirimkan dua unit Aircraft Carrier ke LCS. AS menilai bahwa tindakan China bisa semakin memperburuk situasi di LCS.

Namun banyak yang melihat prospek emas masih akan bagus ke depannya, terutama ditopang oleh berbagai stimulus ekonomi yang ada. Suntikan uang ke perekonomian oleh bank sentral global melalui pemangkasan suku bunga yang agresif hingga pembelian aset-aset finansial menjadi sentimen positif bagi logam mulia.

Kebijakan ultra akomodatif yang ditembuh otoritas moneter global kemungkinan akan ditahan dalam waktu yang cukup lama sampai ekonomi benar-benar pulih. Rendahnya suku bunga membuat imbal hasil surat utang (terutama obligasi pemerintah AS) menjadi rendah.

Hal ini membuat opportunity cost untuk memegang aset emas menjadi lebih 'murah'. Selain itu bersama dengan stimulus fiskal yang ditempuh pemerintah pusat, ke depan inflasi yang tinggi juga menjadi ancaman.

Emas sebagai aset lindung nilai (hedging) mendapat berkah karena minat investor terhadap emas biasanya akan tinggi sebagai bentuk upaya untuk mencari suaka terhadap penurunan nilai mata uang.

Dalam waktu dekat, harga emas masih berpotensi bergerak ke level psikologis baru di US$ 1.800/troy ons. Untuk jangka yang lebih panjang potensi tembus ke US$ 2.000 bahkan ke US$ 3.000 per troy ons pun dinilai juga terbuka


Sumber : cnbcindonesia.com
PT Equityworld Medan
Equity world Medan

Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment