Equityworld Futures Medan : PT Indosat Mega Media (IM2) menyatakan, tidak ada kepastian hukum
yang mengatur model bisnis dan investasi seperti yang dijalankan IM2.
Hal ini terkait dengan dua putusan kasasi MA yang bertolak belakang
dalam waktu hampir bersamaan.
Di sisi lain, adalah fakta bahwa IM2 tidak pernah menjadi terdakwa,
dan satu-satunya terdakwa dalam perkara yang telah diputus tersebut
adalah Indar Atmanto. Karena itu, IM2 berpendapat bahwa perintah
membayar uang pengganti tanpa pernah menjadi terdakwa adalah tidak
tepat.
“Di satu sisi, kami menghormati dan menjunjung tinggi putusan Kasasi
Mahkamah Agung. Namun kami berkeyakinan bahwa tidak ada kerugian negara
sebagaimana putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mencabut
perhitungan BPKP tentang adanya kerugian negara Rp 1,35 triliun dalam
perkara ini pada 7 Februari 2013,” ujar kuasa hukum Tata Usaha Negara
(TUN) PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) Erick Paat dalam
keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Putusan ini diperkuat pada Tingkat Pertama No. 231/G/2012/PTUN-JKT
tertanggal 1 Mei 2013, kemudian putusan Banding No.
167/B/2013/PT.TUN.JKT tertanggal 28 Januari 2014, dan diperkuat putusan
Kasasi MA No. 263/K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014.
Secara lengkap putusan PTUN menyebutkan bahwa Surat Deputi Kepala
BPKP Bidang Investigasi nomor : SR-1024/D6/1/2012 tanggal 9 November
2012, Perihal Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Perhitungan Kerugian
Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penggunaan
Jaringan Frekwensi Radio 2,1 GHz / Generasi Tiga (3G) oleh PT indosat
Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) Beserta Lampiran yang berupa Laporan
Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara ('LHPKKN') Tanggal 31
Oktober 2012 yang dibuat oleh Tim BPKP; dicabut dan tidak berlaku.
Dengan demikian, dasar perhitungan kerugian negara Rp1,35 triliun tidak
ada.
Di sisi lain, keyakinan IM2 tidak merugikan negara juga didasarkan
pada Surat Menteri Komunikasi dan Informatika kepada Kejaksaan Agung
dengan nomor T-684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/20 dan Surat Menkominfo kepada
Indosat No. 65/M.KOMINFO/02/2012 tertanggal 24 Februari 2012, bahwa
kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai regulasi yang ada.
IM2 juga berkeyakinan bahwa model kerjasama Indosat dan IM2 adalah
lazim digunakan oleh ratusan entitas bisnis lain di industri
telekomunikasi (common practice).
“Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi asas good corporate
governance dan patuh terhadap hukum, IM2 menginginkan kepastian dasar
dan regulasi hukum sebagai acuan dalam melakukan bisnis dan investasi,
terhadap dua keputusan kasasi MA yang bertolak belakang dalam waktu
hampir bersamaan tersebut,” ujarnya.
Terkait proses yang berlarut-larut ini, pihaknya telah menyarankan
kepada Indar Atmanto dan manajemen IM2 untuk segera melakukan upaya
hukum luar biasa berupa Peninjauan Kasasi (PK) ke Mahkamah Agung. Upaya
PK ini merupakan langkah hukum yang paling fair.
“Majelis hakim nanti akan mereview ulang, meninjau kembali semuanya.
Apalagi dengan dicabutnya LHPKKN dari Tim BPKP tentunya akan mengubah
pertimbangan majelis hakim,” ujarnya.
“Pastinya putusan TUN ini akan menjadi materi pokok dalam upaya menegakkan hak konstitusional Indar Atmanto,” tambah dia.
Untuk mendorong upaya ini, pihaknya akan segera mengirimkan surat ke
pihak-pihak terkait termasuk Presiden Joko Widodo, BPKP dan Kejaksaan
Agung setelah salinan putusan kasasi dari MA turun. Tujuannya agar
Presiden memberikan perhatian khusus terhadap kasus Indar dan Indosat
serta memberikan teguran secara langsung kepada BPKP yang tidak segera
mencabut hasil auditnya yang dinilai cacat kewenangan oleh MA.
Surat tersebut untuk mengingatkan pimpinan BPKP agar segera mencabut
hasil audit atas Indosat dan IM2. Ini berdasarkan putusan kasasi MA yang
juga membuktikan bahwa surat Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi
terkait LHPKKN atas kasus dugaan tipikor dalam penggunaan jaringan
frekuensi radio 2,1 GHz/3G oleh Indosat dan IM2 dinyatakan tidak sah,
dan cacat hukum. MA juga memerintahkan agar BPKP mencabut surat tersebut
karena melanggar ketentuan hukum tentang Sistem pengendalian Intern
Pemerintah.
Erick Paat mengingatkan agar BPKP mematuhi putusan kasasi MA
tersebut. Pasalnya, BPKP merupakan instansi negara yang langsung dibawah
pengawasan Presiden. “Kalau tidak tunduk dianggap telah melakukan
penyelewengan hukum karena tidak tunduk pada putusan pengadilan,”
ujarnya.
“Kalau alasannya belum inkrach, sekarang kan sudah inkrach. Itu yang
akan kita dorong ke Presiden Jokowi agar menertibkan bawahannya. BPKP
kan langsung dibawah presiden, mestinya tunduk,” tegasnya.
(rzy)