Wednesday, September 29, 2021

Kinerja Bluechip RI Paling Buruk di Kawasan Asia Tenggara

 Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Senin (19/7/2021) (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)PT Equityworld Futures Medan- Kinerja indeks LQ45, yang berisikan 45 saham dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar alias blue chip, kurang menggembirakan sejak awal tahun ini, di tengah kecenderungan perubahan minat investor ritel ke saham-saham lapis kedua atau di bawahnya.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), secara year to date (ytd) indeks LQ45 ambles 8,02% . Dengan ini, rapor LQ45 terbilang jeblok apabila dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih bisa naik 2,10% sejak awal tahun.

Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di BEI yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.


Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.


Nah, bagaimana perbandingan kinerja LQ45 dengan indeks saham blue chip lainnya di sejumlah bursa saham di kawasan Asia Tenggara (ASEAN)?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan melakukan pembahasan singkat mengenai kinerja indeks saham likuid dan big cap di 6 bursa saham di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Adapun indeks saham yang dimaksud--termasuk LQ45--yakni, pertama, indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI di Bursa Malaysia, yang berisi 30 saham perusahaan raksasa berdasarkan nilai kapitalisasi pasar terbesar. Kemudian, kedua, indeks Philippine Stock Exchange Index (PSEi) di Bursa Saham Filipina, yang berisi 30 saham blue chip.

Ketiga, Straits Times Index (STI) di Bursa Singapura, yang terdiri dari 30 saham big cap di bursa tersebut. Keempat, indeks SET50 di Bursa Thailand, yang berisi 50 saham perusahaan raksasa dengan market cap jumbo. Kelima, indeks VN30 di Bursa Vietnam, yang terdiri dari 30 saham blue chip.



Mengacu pada data di atas, indeks LQ45 ternyata berada di posisi paling buncit atau paling bawah di antara indeks regional lainnya, yakni anjlok 7,87%.

Adapun saham 'penghuni' LQ45 yang paling jeblok adalah saham emiten barang konsumer PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang secara ytd ambles 41,52%. Dengan market cap Rp 145,73 triliun, amblesnya UNVR tentu turut berpengaruh besar bagi indeks LQ45.

Selain UNVR, saham produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga menjadi salah satu yang paling merosot, yakni sebesar 29,45% sejak awal tahun. Sama seperti UNVR, market cap HMSP juga terbilang jumbo, yakni Rp 112,25 triliun.

Kinerja fundamental kedua emiten tersebut memang sedang tertekan. Laba bersih UNVR per Juni 2021 tercatat sebesar Rp 3,05 triliun, turun 15,75% dari periode yang sama tahun lalu Rp 3,62 triliun.

Penurunan laba bersih seiring dengan koreksi pendapatan di periode 6 bulan ini. Pendapatan UNVR tercatat Rp 20,18 triliun, turun 7,30% dari Juni 2020 sebesar Rp 21,77 triliun.

Kemudian, HMSP juga mencatat penurunan laba bersih sebesar 15,29% di sepanjang semester I-2021 menjadi senilai Rp 4,13 triliun, dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4,88 triliun.

Penurunan laba ini terjadi kendati pendapatan perusahaan tumbuh 6,47% YoY (year on year) menjadi Rp 47,62 triliun, bertambah dari posisi akhir Juni 2020 yang sebesar Rp 44,73 triliun.


Baca: Asing 'Kerasukan' Saham Big Cap-Bank Kakap, Sinyal Apa Ini?

Indeks KLCI Malaysia pun terkoreksi cukup dalam, yakni sebesar 5,79% secara ytd. Adapun saham yang paling turun adalah saham perusahaan produsen sarung tangan karet Top Glove Corporation yang ambruk 55,87%. Saham produsen sarung tangan latex Hartalega Holdings menempati posisi kedua dengan ambles 54,45% secara ytd.

Setali tiga uang, indeks PSEi Filipina pun terkoreksi 2,57% ke posisi 6.885,36.

Berbeda dengan ketiga indeks di atas, indeks SET50 Thailand berhasil tumbuh 7,20% sejak ytd. Saham perusahaan produsen papan sirkuit cetak KCE Electronics PCL menjadi jawara indeks dengan melonjak 156,45% sejak awal tahun.

Indeks STI Singapura pun sukses naik 9,02% secara ytd ke 3.084,80. Saham emiten perkapalan dan investasi asal China Yangzijiang Shipbuilding Holdings Ltd menjadi pemuncak indeks STI dengan melesat 46,60%.

Kemudian, sang juara indeks saham blue chip Asia Tenggara jatuh pada indeks VN30 Vietnam yang berhasil melambung tinggi 34,41% sejak awal tahun. Saham perusahaan real estate No Va Land Investment Group Corp berada di posisi pertama di indeks VN30 dengan 'terbang' 112,90%. Bersama saham No Va Land, saham bank Vietnam Prosperity Joint Stock Commercial Bank (VPBank) yang berhasil melejit 106,5%.

Sebenarnya, kinerja indeks saham gabungan Vietnam atau Vietnam Index (VN-Index) juga luar biasa. Sejak awal 2021, indeks Vietnam melesat 20,03%, tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Melansir Vietnam Investment Review, perkembangan pasar saham Vietnam melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Ambil contoh, jumlah perusahaan Vietnam dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 1 miliar naik dari 10 pada 2015 menjadi hampir 50 saat ini.

Kemudian, nilai total pasar saham melonjak dari 30 menjadi 90 persen dari PDB Vietnam. Baru-baru ini, lonjakan partisipasi investor ritel semakin mendorong perkembangan pasar. Jumlah rekening saham baru yang dibuka oleh investor ritel meningkat dua kali lipat pada tahun 2020. Lalu, pada paruh pertama tahun 2021, jumlah rekening baru tercatat lebih banyak daripada jumlah rekening baru pada tahun 2019 dan 2020.

Antusiasme investor ritel tersebut pada gilirannya turut membantu Vietnam Index melaju kencang dan mengabaikan dampak pandemi Covid-19 yang masih belum terkendali hingga saat ini.

Sementara, Fortune mencatat, pada 1 Juni lalu Bursa Saham Vietnam atau Bursa Kota Ho Chi Minh (HOSE) terpaksa menghentikan perdagangan untuk seluruh sesi untuk pertama kalinya dalam 21 tahun sejak bursa berdiri.

Ini terjadi lantaran adanya lonjakan pembelian saham yang didorong oleh 'ledakan' investor ritel yang melambungkan nilai perdagangan saham Vietnam ke level tertinggi sepanjang masa, yakn US$ 1 miliar. Pihak bursa, jelas Fortune, Vietnam khawatir akan ada gangguan sistem sehingga harus menangguhkan perdagangan.

"Ini adalah momen yang belum pernah terjadi sebelumnya [dalam hal] kenaikan VN-Index, ledakan volume perdagangan, dan partisipasi kuat dari investor ritel baru," kata Hien Tran Thi Khanh, direktur riset di VNDirect Securities kepada Fortune, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (28/9).

Lebih lanjut, likuiditas pasar juga telah mencapai level tertinggi baru, kata Hoang Viet Phuong, kepala penelitian di SSI Securities. Pada awal Juni, Vietnam menempati peringkat kedua di antara pasar ASEAN, setelah Thailand, dalam hal volume perdagangan harian.

Phuong melanjutkan, kebangkitan investor ritel di Vietnam turut didorong oleh suku bunga rendah. Selain itu, kepercayaan pada pemulihan negara mereka telah muncul sebagai kekuatan beli baru yang menentukan yang telah mengubah dinamika pasar saham domestik.

Menurut catatan Fortune, perdagangan ritel sempat booming dua kali sebelumnya di Vietnam-sekali pada 2001 dan kemudian lagi pada 2007. Pada booming pertama, pasar saham baru berusia satu tahun. Sementara, pada 'ledakan' ritel kedua didorong oleh investasi asing.

Andreas Vogelsanger, CEO Vietnam di Asia Frontier Capital (AFC) menjelaskan kepada Fortune, booming investor pada 2021 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena didorong oleh investor domestik. Secara historis, jelas Fortune, investor Vietnam sering mencoba meniru pergerakan investor asing di pasar.


Sumber : cnbcindonesia.com

PT Equityworld Medan
Equity world Medan


Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment