Friday, October 31, 2014

IM2 Minta Kepastian Hukum atas Investasinya

Equityworld Futures Medan : PT Indosat Mega Media (IM2) menyatakan, tidak ada kepastian hukum yang mengatur model bisnis dan investasi seperti yang dijalankan IM2. Hal ini terkait dengan dua putusan kasasi MA yang bertolak belakang dalam waktu hampir bersamaan.
Di sisi lain, adalah fakta bahwa IM2 tidak pernah menjadi terdakwa, dan satu-satunya terdakwa dalam perkara yang telah diputus tersebut adalah Indar Atmanto. Karena itu, IM2 berpendapat bahwa perintah membayar uang pengganti tanpa pernah menjadi terdakwa adalah tidak tepat.
“Di satu sisi, kami menghormati dan menjunjung tinggi putusan Kasasi Mahkamah Agung. Namun kami berkeyakinan bahwa tidak ada kerugian negara sebagaimana putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mencabut perhitungan BPKP tentang adanya kerugian negara Rp 1,35 triliun dalam perkara ini pada 7 Februari 2013,” ujar kuasa hukum Tata Usaha Negara (TUN) PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) Erick Paat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Putusan ini diperkuat pada Tingkat Pertama No. 231/G/2012/PTUN-JKT tertanggal 1 Mei 2013, kemudian putusan Banding No. 167/B/2013/PT.TUN.JKT tertanggal 28 Januari 2014, dan diperkuat putusan Kasasi MA No. 263/K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014.
Secara lengkap putusan PTUN menyebutkan bahwa Surat Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi nomor : SR-1024/D6/1/2012 tanggal 9 November 2012, Perihal Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penggunaan Jaringan Frekwensi Radio 2,1 GHz / Generasi Tiga (3G) oleh PT indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) Beserta Lampiran yang berupa Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara ('LHPKKN') Tanggal 31 Oktober 2012 yang dibuat oleh Tim BPKP; dicabut dan tidak berlaku. Dengan demikian, dasar perhitungan kerugian negara Rp1,35 triliun tidak ada.
Di sisi lain, keyakinan IM2 tidak merugikan negara juga didasarkan pada Surat Menteri Komunikasi dan Informatika kepada Kejaksaan Agung dengan nomor T-684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/20 dan Surat Menkominfo kepada Indosat No. 65/M.KOMINFO/02/2012 tertanggal 24 Februari 2012, bahwa kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai regulasi yang ada.
IM2 juga berkeyakinan bahwa model kerjasama Indosat dan IM2 adalah lazim digunakan oleh ratusan entitas bisnis lain di industri telekomunikasi (common practice).
“Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi asas good corporate governance dan patuh terhadap hukum, IM2 menginginkan kepastian dasar dan regulasi hukum sebagai acuan dalam melakukan bisnis dan investasi, terhadap dua keputusan kasasi MA yang bertolak belakang dalam waktu hampir bersamaan tersebut,” ujarnya.
Terkait proses yang berlarut-larut ini, pihaknya telah menyarankan kepada Indar Atmanto dan manajemen IM2 untuk segera melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kasasi (PK) ke Mahkamah Agung. Upaya PK ini merupakan langkah hukum yang paling fair.
“Majelis hakim nanti akan mereview ulang, meninjau kembali semuanya. Apalagi dengan dicabutnya LHPKKN dari Tim BPKP tentunya akan mengubah pertimbangan majelis hakim,” ujarnya.
“Pastinya putusan TUN ini akan menjadi materi pokok dalam upaya menegakkan hak konstitusional Indar Atmanto,” tambah dia.
Untuk mendorong upaya ini, pihaknya akan segera mengirimkan surat ke pihak-pihak terkait termasuk Presiden Joko Widodo, BPKP dan Kejaksaan Agung setelah salinan putusan kasasi dari MA turun. Tujuannya agar Presiden memberikan perhatian khusus terhadap kasus Indar dan Indosat serta memberikan teguran secara langsung kepada BPKP yang tidak segera mencabut hasil auditnya yang dinilai cacat kewenangan oleh MA.
Surat tersebut untuk mengingatkan pimpinan BPKP agar segera mencabut hasil audit atas Indosat dan IM2. Ini berdasarkan putusan kasasi MA yang juga membuktikan bahwa surat Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi terkait LHPKKN atas kasus dugaan tipikor dalam penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G oleh Indosat dan IM2 dinyatakan tidak sah, dan cacat hukum. MA juga memerintahkan agar BPKP mencabut surat tersebut karena melanggar ketentuan hukum tentang Sistem pengendalian Intern Pemerintah.
Erick Paat mengingatkan agar BPKP mematuhi putusan kasasi MA tersebut. Pasalnya, BPKP merupakan instansi negara yang langsung dibawah pengawasan Presiden. “Kalau tidak tunduk dianggap telah melakukan penyelewengan hukum karena tidak tunduk pada putusan pengadilan,” ujarnya.
“Kalau alasannya belum inkrach, sekarang kan sudah inkrach. Itu yang akan kita dorong ke Presiden Jokowi agar menertibkan bawahannya. BPKP kan langsung dibawah presiden, mestinya tunduk,” tegasnya.
(rzy)

0 comments:

Post a Comment