Wednesday, September 23, 2020

RI Bakal Resesi, Gimana Caranya Cari Cuan Lewat Emas?

A Thai shopkeeper talks to customer who sold gold necklace to the gold shop in Bangkok, Thailand, Thursday, April 16, 2020. With gold prices rising to a seven-year high, many Thais have been flocking to gold shops to trade in their necklaces, bracelets, rings and gold bars for cash, eager to earn profits during an economic downturn.(AP Photo/Sakchai Lalit) PT Equityworld Futures Medan- Dalam satu abad terakhir, belum ada krisis kesehatan yang dampaknya terhadap perekonomian global seperti pandemi Covid-19 saat ini.
Transmisi virus yang sangat cepat dan meluas membuat pemerintah berbagai negara mengambil tindakan ekstrem dengan mengunci perekonomiannya (lockdown).

Konsekuensi penutupan aktivitas ekonomi ini sangatlah serius.

Lockdown membuat hantu resesi yang yang dikhawatirkan sejak 2 tahun belakangan ketika AS-China konfrontasi dagang menjadi sebuah kenyataan pahit yang harus diterima banyak orang.

Di Indonesia, sinyal resesi juga menguat setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi pernyataan soal minusnya pertumbuhan ekonomi di Q3, yakni -2,9% hingga -1,0%.

Tahun 2020 memang berlalu dengan sangat cepat.

Gara-gara Covid-19, banyak sekali yang rencana dan impian orang untuk bepergian ke berbagai tempat, membangun rumah gagal karena pendapatannya turun atau investasinya tak menghasilkan cuan (malahan rugi).

Pasar keuangan bergerak dengan gejolak yang tinggi. Volatilitas yang tinggi ini mencerminkan risiko yang dihadapi oleh seseorang jika ingin berinvestasi di aset-aset finansial. Namun investasi di masa krisis sebenarnya memberikan peluang return yang besar.

Banyak orang yang menjadi tajir justru ketika krisis terjadi dia berinvestasi.

Bahkan sampai ada ungkapan yang bunyinya begini 'the time to buy is when there's blood in the streets'. Kata-kata yang jadi legenda tersebut diungkapkan oleh salah satu anggota keluarga terkaya di muka bumi, Baron Rothschild.

Namun pertanyaannya adalah barang atau instrumen investasi apa yang harus dibeli saat ini?

Adakah 'barang' yang memang sedang diobral murah tetapi bisa memberikan imbal hasil yang fenomenal?

Jika Anda masuk ke pasar saham saat hampir seluruh orang menarik diri dari pasar keuangan di minggu terakhir Maret lalu, mungkin saat ini Anda sedang duduk santai sambil menyeruput kopi dengan tersenyum karena ada setumpuk uang yang ada di rekening Anda.

Hanya saja harga-harga saham terutama di negara-negara maju seperti AS pada sektor-sektor tertentu seperti teknologi sudah rebound tinggi dan cenderung kemahalan.

Beberapa aset ekuitas di negara berkembang seperti di Indonesia mungkin masih ada yang tergolong 'murah'.

Mengingat kelas asetnya masih sama yaitu saham, pergerakan bursa global juga akan berdampak pada pasar modal dalam negeri.

Ketika Wall Street ambruk, tak menutup kemungkinan bursa saham Tanah Air juga akan mengikuti. Bisa saja Anda memanfaatkan momentum tersebut untuk membeli, tentu harus siap amunisi.

Jika Anda adalah tipe orang yang cenderung menghindari risiko (risk averse) maka volatilitas saham yang tinggi bisa membuat jantung Anda berdegup kencang bahkan rasanya seperti mau copot.

Masih ada aset lain yang cenderung lebih aman ketimbang saham. Obligasi pemerintah. Instrumen pendapatan tetap pemerintah ini bisa memberikan imbal hasil yang menarik meski tak bisa sebesar saham karena kuponnya sudah ditentukan.

Apalagi di era pandemi seperti sekarang ini kebijakan bank sentral cenderung ultra akomodatif. Otoritas moneter di negara maju maupun berkembang banyak yang mengambil langkah 'cetak uang' melalui program yang disebut quantitative easing.

Secara sederhananya, bank sentral bakal membeli berbagai instrumen dalam bentuk bond terutama obligasi pemerintah untuk menurunkan cost of borrowing. Artinya imbal hasil atau yield obligasi pun rendah.

Di sisi lain, karena banyak membeli obligasi pemerintah aset bank sentral di sisi neraca menjadi mengembang. Cetak uang juga membuat pasokan fulus menjadi membludak. Otomatis valuasi atau nilai uang akan turun dan menyebabkan inflasi yang tinggi.

Salah satu aset yang diyakini berperan sebagai proteksi dari inflasi adalah emas.

Kinerja logam kuning sebagai aset safe haven ini begitu ciamik dalam dua tahun terakhir, ketika ada perlambatan ekonomi global.

Tahun ini saja, harga emas sudah naik 26%. Harga logam mulia bahkan sempat menyentuh level tertingginya dalam sejarah Agustus lalu di US$ 2.036/troy ons. Namun setelah mencapai puncak harga emas langsung melorot. Kini emas diperdagangkan di rentang harga sekitar US$ 1.900/troy ons.

Lantas apakah ini saat yang tepat untuk membeli emas?

Pada dasarnya, stance dovish (kebijakan tak agresif) dari bank sentral di seluruh muka bumi memang membuat ekspektasi inflasi menjadi tinggi. Ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, eskalasi perang dagang AS-China yang tak terlihat di mana ujungnya membuat fundamental emas semakin kokoh.

Banyak para profesional analis dan manajer investasi memberikan proyeksi yang sangat bullish pada emas.

Bank of America (BoA) memperkirakan harga emas bakal menyentuh US$ 3.000/troy ons. Jika membeli di harga sekarang, maka potensi return-nya berada di angka 58%.

Ada juga yang meramal harga emas bisa ke US$ 4.000/troy ons dalam 2 sampai 3 tahun mendatang.

Lebih bombastisnya lagi ada ramalan yang menyebut harga emas ke US$ 10.000/troy ons. Sangat menggiurkan bukan?

Tunggu dulu! Untuk mencapai level atau harga tersebut, emas butuh waktu. Apalagi tantangan emas saat ini juga banyak.

Harga emas sedang konsolidasi karena sudah menyentuh level paling tinggi sepanjang masa. Emas sedang mencari arah barunya.

Sentimen penggerak emas saat ini adalah pergerakan dolar AS, berita soal stimulus, perkembangan vaksin hingga kebijakan moneter bank sentral global.

Dolar yang menguat, stimulus yang melambat, vaksin yang semakin dekat dengan pasar hingga bank sentral yang kurang lagi dovish seperti sebelumnya akan membuat harga emas terpelanting.

Hal ini harus dipahami benar oleh Anda yang ingin berinvestasi di emas. Aman bukan berarti tanpa risiko. Fakta yang lebih mengejutkan lagi adalah pergerakan harga emas sekarang juga mulai menunjukkan korelasi yang positif dengan pergerakan harga aset-aset berisiko seperti ekuitas.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa ada risiko tambahan yaitu tidak menutup kemungkinan kalau pasar saham ambruk, emas juga akan ikut terseret arus.


Untuk itu dalam berinvestasi di emas pun Anda membutuhkan strategi yang matang.

Lagipula emas juga berbeda dengan saham atau obligasi karena tak memberikan imbal hasil (non yielding & non-interest bearing).

Sebagai investor, Anda harus menentukan tujuan berinvestasi serta profil risiko Anda terlebih dahulu.

Sebagai aset tak berimbal hasil, Anda hanya bisa mengharapkan return dari kenaikan harga saja (capital gain).

Fungsi emas sebagai aset untuk lindung nilai (hedging) dari devaluasi nilai tukar akibat inflasi serta kinerja buruk investasi di aset-aset lain.

Namun bagaimana jika emas dan saham masih terus menunjukkan pola yang sama dan inflasi yang digadang-gadang tidak datang lantaran aggregat demand anjlok lebih dalam dari aggregat supply?

Ini adalah risiko investasi yang perlu Anda hitung.

Bagaimanapun juga emas tetaplah bagus untuk diversifikasi portofolio. Memang belakangan ini pergerakan emas cenderung searah dengan pasar saham. Ini hanya untuk kasus-kasus tertentu dan spesial saja.

Selain itu, emas juga harus dipandang sebagai nilai tukar seperti halnya mata uang yang ada saat ini seperti dolar AS, euro, yen maupun yang ada di dompet kita sebagai warga +62 yaitu rupiah.

Artinya membeli emas tetap saja tidak ada salahnya. Masalah untuk dapat cuan atau tidak itu urusan strategi Anda setelah benar-benar matang merefleksikan diri apa tujuan investasi dan profil risiko Anda.

Anda juga harus ingat, tak ada filosofi investasi yang benar-benar baru untuk menggapai cuan. Beli di harga rendah dan jual di harga tinggi. Itu hukum yang berlaku dalam kamus investasi siapapun dan untuk aset manapun. Jangan sampai kebalik ya kalau kata investor kawakan Tanah Air, Lo Keng Hong.

Membeli emas agar cuan haruslah menemukan momentum yang tepat.

Membeli emas pun tak harus dengan memborongnya dalam satu waktu. Pasar yang penuh dengan ketidakpastian memang membutuhkan strategi yang rasional tetapi juga seni untuk memprediksi kejadian di masa depan.

Oleh karena itu, jika harga emas drop karena aksi jual pasar saja akibat sentimen sementara dan tak ada perubahan dari sisi fundamentalnya, Anda bisa mulai mencicil untuk membeli emas.

Saat harga kembali anjlok, bisa dicicil lagi, asal dengan catatan fundamental emas masih kuat.

Sebenarnya untuk jangka waktu yang sangat panjang emas memiliki potential upside juga tentunya. Sehingga jika Anda adalah tipe investor yang jangka waktu investasinya sangat panjang mencicil beli emas sedikit demi sedikit bisa jadi strategi yang cocok untuk bisa mengakumulasi volume yang besar.

Di dalam negeri, akses Anda untuk membeli emas juga banyak. Bisa melalui butik-butik emas milik PT Aneka Tambang maupun Pegadaian, bisa juga Anda membeli atau mencicilnya di platform-platform e-commerce yang ada.

Ingat ya, kuncinya terletak di refleksi tujuan investasi dan profil risiko, sediakan amunisi yang cukup, beli di harga rendah yang rasional dan simpanlah emas Anda di tempat yang aman. Terakhir, bersabarlah!

Oiya jangan lupa juga saran Warren Buffet ya! Meski ia tak tertarik berinvestasi di emas karena tak memberikan imbal hasil seperti dividen di saham, sebaik-baiknya investasi adalah yang jangka waktunya sangat panjang agar cuan-nya makin kerasa


Sumber : cnbcindonesia.com

PT Equityworld Medan
Equity world Medan


Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment