Thursday, March 24, 2022

Perang Rusia-Ukraina Bikin Susah Dunia! Ini Buktinya...

This Jan. 2, 2016 photo shows the Liberian-flagged oil tanker Mercer Street off Cape Town, South Africa. The oil tanker linked to an Israeli billionaire reportedly came under attack off the coast of Oman in the Arabian Sea, authorities said Friday, July 30, 2021, as details about the incident remained few. (Johan Victor via AP) PT Equityworld Futures Medan- Perang Rusia-Ukraina yang hampir berlangsung sebulan memberi dampak yang besar terhadap pergerakan ekonomi global.
Status Rusia dan Ukraina sebagai salah satu lumbung pangan dan energi dunia menjadi salah satu faktor mengapa konflik kedua negara begitu mempengaruhi harga-harga komoditas dan laju perdagangan global. IHS Markit mencatat, sejak konflik meletus pada 25 Februari lalu, Indeks Harga Material (MPI) melompat 8% pada minggu pertama Maret, lompatan terbesar dalam sepekan.

Pada Senin (7/3/2022), minyak mentah jenisbrent meroket hingga nyaris menembus US$ 140/barel, tepatnya US$ 139,13/barel. Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008. Harga energi berperan besar dalam perdagangan barang dan jasa sehingga mempengaruhi biaya input perusahaan dari bahan baku hingga transportasi.

Pengaruh perang Rusia-Ukraina ke beberapa negara tentu saja berbeda tergantung seberapa besar negara tersebut memiliki hubungan ekonomi dengan kedua negara. Eropa akan sangat terdampak dari sisi harga energi sementara Indonesia bisa terdampak dari naiknya harga gandum mengingat Ukraina adalah salah satu pemasok gandum terbesar Indonesia.




Rusia dan Ukraina memasok 25,6% pasar ekspor gandum di dunia dan sebesar 13% untuk jagung. Beberapa analis menyebut dampak perang Rusia dan Ukraina akan mirip dengan krisis yang dihadapi dunia pada 1973-1974 saat perang Arab-Israel meletus.

Baca: Awas Perang NATO vs Rusia, AS Cs Kerahkan Militer ke 4 Negara
Saat itu, negara-negara Arab yang menjadi produsen minyak memulai embargo minyak mereka terhadap Amerika, Inggris, dan negara-negara lain yang menjual minyak kepada Israel. Embargo dilakukan karena negara-negara tersebut dinilai telah memberikan bantuan militer kepada Israel.

Konflik Rusia-Ukraina juga diperkirakan akan menurunkan perdagangan global yang berimbas pada melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sejumlah lembaga sudah ramai-ramai memangkas proyeksi pertumbuhan global untuk tahun ini menyusul serangan Rusia ke Ukraina.

Fitch Ratings menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini sebesar 0,7% menjadi 3,5%. Untuk wilayah Amerika Serikat pertumbuhan bisa terkoreksi 0,2% menjadi 3,5%.

Economist Intelligence Unit memproyeksi pertumbuhan global akan turun 0,5% menjadi 3,4% dari 3,9%. OECD juga memperkirakan perang Rusia-Ukraina akan menurunkan pertumbuhan global tahun ini hingga 1% dari proyeksi awal mereka sebesar 4,5%.

Kenaikan harga komoditas pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina diperkirakan semakin melambungkan inflasi yang sudah mulai meningkat akhir tahun lalu karena pemulihan ekonomi. Ekspektasi lonjakan inflasi ini  membuat bank sentral di dunia memilih kebijakan ketat dengan menaikkan suku bunga atau mengurangi quantitative easing.
Inflasi di Amerika Serikat sudah melonjak ke level 7,9% (year on year/YoY) di Februari lalu, rekor tertingginya dalam 40 tahun. Menyusul lonjakan inflasi tersebut, pekan lalu, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 0,25-0,50%. Ini adalah kenaikan pertama dalam tiga tahun terakhir.

Bank sentral negara lain telah terlebih dahulu menaikkan suku bunga acuan mereka. Bank sentral Inggris, Bank of England (BoE), menjadi yang paling agresif dari semua bank sentral di dunia.

BoE telah menaikkan suku bunga dalam tiga bulan terakhir dan mengerek suku bunga mereka menjadi 0,75% pada pertengahan Maret. Kenaikan tersebut dilakukan setelah Inggris mencatat inflasi sebesar 6,2% bulan lalu.



Negara lain yang sudah menaikkan suku bunga adalah Brasil, Rusia, Meksiko, Korea Selatan, dan Afrika Selatan. Kenaikan suku bunga dilakukan bank sentral negara tersebut bahkan sudah sejak 2021.

Secara rinci, inflasi Brazil tercatat 10,4% dan menaikkan suku bunga sebesar 875 bps sejak 2021 menjadi 10,75%. Rusia inflasinya tercatat 8,7% dan sudah menaikkan suku bunga 525 bps sejak 2021 menjadi 9,5%. Mexico inflasinya 7,1% dan sudah menaikkan suku bunga 175 bps sejak 2021 menjadi 6%.

Kemudian, Korea Selatan inflasinya 3,6% dan sudah menaikkan suku bunga 75 bps sejak 2021 menjadi 1,25%. Afrika Selatan inflasinya 5,7% dan sudah menaikkan suku bunga 50 bps sejak 2021 menjadi 4%.

Hingga kini Bank Indonesia (BI) belum menaikkan suku bunga meskipun inflasi sudah naik ke 2,06% (YoY) di Februari. Inflasi Indonesia kembali menyentuh di atas level 2% pada Januari (2,18%) setelah sejak Juni 2020 ada di kisaran 1%.

Meskipun BI belum menaikkan suku bunga tetapi pengetatan sudah dilakukan dengan menaikkan Giro Wajib Minum (GWM). GWM dinaikkan secara bertahap pada Maret, Juni dan September hingga menjadi 6,5% dari saat ini 3,5%. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.

Perang juga memaksa produsen otomotif, terutama Eropa menghentikan produksi karena ada sanksi hingga gangguan produksi. Perang membuat industri otomotif semakin terbebani setelah setahun terakhir terimbas kelangkaan semikonduktor.
S&P Global Mobility memperkirakan pertumbuhan produksi kendaraan turun 2,6 juta unit menjadi 8,16 juta unit pada tahun ini dan 88,5 juta unit pada tahun depan. Pabrikan mobil Eropa akan menjadi kawasan yang paling terdampak dari perang Rusia-Ukraina. Pabrikan Eropa bisa menurunkan produksi hingga 1,7 juta kendaraan, karena adanya ada sekitar 1 juta permintaan dari Rusia dan Ukraina yang hilang.


Perang menghambat rantai pasokan otomotif seperti baterai, bagian komunikasi, hingga wiring harness (kumpulan dari rangkaian kabel yang berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dan sinyal pada kendaraan otomotif). Terdapat 17 pabrik yang memproduksi wiring harness di Ukraina dan 45% dari produksi mereka diekspor ke Jerman dan Polandia. Ukraina juga menjadi sumber bijih nikel yang menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai mobil listrik.

Dilansir dari autocar.co.uk, sejak akhir Februari, Volkswagen sudah menghentikan produksi di dua pabrik mereka Zwickau dan Dresden di Jerman karena tidak bisa mendapatkan impor kabel elektrik dari Ukraina. BMW telah memangkas marjin keuntungan mereka di tahun ini dari 8%-10% menjadi 7%-9%. BMW sempat menghentikan produksi mereka di beberapa pabrik di Eropa karena kekurangan komponen.

Pabrikan asal Jerman tersebut juga menghentikan ekspor ke Rusia dan menghentikan produksi di basis mereka di Kaliningrad yang memproduksi 12 ribu kendaraan pada 2021.


Aston Martin sudah menghentikan penjualan mobil mereka ke Rusia. Langkah serupa diambil Ferrari dan Jaguar Land Rover. Sementara itu, Ford menghentikan operasi joint-venture (JV) mereka di Rusia. Perusahan JV tersebut, Sollers Ford, menjual 221.000 kendaraan di Rusia tahun lalu.

Pabrikan Jepang Honda akan menunda ekspor mereka ke Rusia. Penjualan Honda di Rusia terbilang sedikit yakni 1.836 di 2019 dan 1.406 pada 2020.

Hyundai telah menghentikan produksi mereka di St Petersburg selama lima hari karena persoalan semikonduktor. Hyundai mengatakan penghentian operasi pabrik tidak berhubungan dengan perang tetapi lebih karena semikonduktor.

Pabrikan Swedia Volvo juga menghentikan pengiriman mobil mereka ke Rusia usai serangan ke Ukraina. Volvo menjual sekitar 9.000 mobil pada 2021.

Amerika Serikat, Kanada, dan 27 negara Uni Eropa telah menutup wilayah udara mereka bagi pesawat Rusia. Sebagai balasan, Rusia sudah melarang maskapai dari 36 negara tersebut untuk memasuki wilayah udara mereka. Keputusan ini tentu saja berdampak kepada biaya transportasi serta jasa pengiriman barang.
Maskapai Jerman Lufthansa akan mengurangi kapasitas penerbangan kargo mereka sekitar 10% sementara FedEX telah menambahkan ongkos akibat perang.

FedEx telah menambah "ongkos perang" sebesar US$ 20-30 sen per kilogram untuk pengiriman ke wilayah Asia Pasifik dan untuk Eropa sebesar US$ 11 sen. FedEx sudah menghentikan layanan ke Ukraina dan Rusia serta Belarusia karena adanya kekhawatiran serta sanksi dan Amerika dan dan Eropa.


"Karena adanya gangguan terus menerus dari rantai pasok global, kapasitas kargo udara kami masih terbatas. Kami menambahkan biaya untuk bisa beroperasi dalam kondisi yang sangat terbatas," ujar FedEx dalam pernyataan resmi mereka, awal Maret lalu.

Tidak hanya jalur udara, pengiriman  barang lewat jalur laut juga kena imbas. Sebanyak 14% pekerja pelayaran dan pengiriman barang adalah warga Rusia dan Ukraina. Artinya, lalu lintas pengiriman barang global sangat tergantung pada apa yang terjadi di Rusia dan Ukraina.

Berdasarkan laporan S&P Global, biaya sewa kapal tanker minyak sudah naik tiga kali lipat karena pemilik kapal harus menghadapi risiko kesulitan pengiriman dan bongkar muat.  Dikutip dari CNBC International, Judah Levine, Kepala Riset Freightos Group, mengatakan biaya pengiriman dari China ke Eropa berdasarkan data Freightos Air Index's naik 80% pada akhir Februari menjadi US$ 11,36/kg karena jasa pengiriman menambah ongkos




Sumber : cnbcindonesia.com

PT Equityworld Medan
Equity world Medan


Lowongan Kerja Terbaru 2020
Loker EWF Medan

0 comments:

Post a Comment